Senin, 20 Mei 2013
Birrul Walidain
Birrul
Walidain
Assalamualaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh,
Hai
Sahabat Alka, jumpa lagi dengan Buletin Alkautsar yang Insya Allah selalu
dinanti. J
Gimana
kabarnya? Semoga tak lupa untuk selalu bersyukur ya… Buletin edisi kedua ini,
mengulas perihal Orang Tua. Penasaran? Yuk, simak sama – sama…
Begitulah,
syari’at Islam menetapkan betapa besar hak-hak orang tua atas anaknya. Bukan
saja ketika sang anak masih hidup dalam rengkuhan kedua orang tuanya, bahkan
ketika ia sudah berkeluarga dan hidup mandiri. Tentu saja hak-hak yang agung
tersebut sebanding dengan besarnya jasa dan pengorbanan yang telah mereka berikan.
Sehingga tak mengherankan jika perintah berbakti kepada orang tua menempati
ranking ke dua setelah perintah beribadah kepada Allah dengan mengesakan-Nya.
Allah berfirman, “Dan sembahlah Allah dan
janganlah kamu mempersekutukan-Nya dengan sesuatupun. Dan berbuat baiklah
kepada ibu bapakmu.” (An-Nisa:36)
Sebagai
anak, sebenarnya banyak hal yang dapat kita lakukan untuk mengekspresikan rasa
bakti dan hormat kita kepada kedua orang tua. Memandang dengan rasa kasih
sayang dan bersikap lemah lembut kepada mereka pun termasuk birrul walidain.
Allah berfirman, “Dan ucapkanlah kepada
mereka perkataan yang mulia, dan rendahkanlah dirimu terhadap mereka berdua
dengan penuh kasih sayang.” (Al-Isra’:23)
Berbakti
kepada orang tua tak terbatas ketika mereka masih hidup, tetapi bisa dilakukan
setelah mereka wafat. Hal itu pernah ditanyakan oleh seorang sahabat kepada
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam. Maka Rasulullah menjawab, “Yakni
dengan mengirim doa dan memohonkan ampunan . Menepati janji dan nadzar yang
pernah diikrarkan kedua orang tua, memelihara hubungan silaturahim serta
memuliakan kawan dan kerabat orang taumu.” Demikian Imam Abu Dawud, Ibnu Majah,
dan Ibnu Hiban meriwayatkan bersumber dari Abu Asid Malik bin Rabi’ah
Ash-Sha’idi.
Meski
kita diperintah untuk taat dan patuh kepada mereka, namun hal itu tak berlaku
ketika keduanya memerintahkan kita untuk menyekutukan Allah dan bermaksiat
kepada-Nya. Rasulullah bersabda,”Tidak ada ketaatan kepada makhluk dalam
bermaksiat kepada Allah.” (Riwayat Ahmad)
Adapun
durhaka kepada orang tua (‘uquuqul walidain) termasuk dalam kategori dosa
besar. Bentuknya bisa berupa tidak mematuhi perintah, mengabaikan, menyakiti,
meremehkan, memandang dengan marah, mengucapkan kata-kata yang menyakiti
perasaan, sebagaimana disinggung dalam Al-Qur’an: “Dan janganlah sekali-kali
kamu mengatakan ‘ah’ kepada orang tua.” (Al-Isra’ : 23). Jika berkata
‘ah/cis/huh’ saja nggak boleh, apalagi yang lebih kasar daripada itu?
Rasulullah
shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda, ”Barangsiapa membuat hati orang tua
sedih, berarti dia telah durhaka kepadanya.” (Riwayat Bukhari). Dalam
kesempatan lain Rasulullah bersabda, “Termasuk perbuatan durhaka seseorang
yang membelalakkan matanya karena marah.” (Riwayat Thabrani).
Hm…
bagaimana dengan kita? Masih seringkah kita membuat orang tua kecewa? Lebih
banyak menghabiskan waktu untuk kumpul dengan teman diluar rumah ketimbang
bercengkrama dengan orang tua. Tahukah sahabat? Sebenarnya orang tua selalu
merindukan kehadiran putra – putrinya di dekat mereka. Nah, sekarang yuk kita
merenung, masih berbaktikah kita? Kesibukan kita seringkali menyita perhatian
kita dari mereka. Padahal, mereka sama sekali ga pernah lupa loh… di sela
kesibukannya, terbesit sosok kita yang telah dibesarkannya. Selalu menyelipkan
nama kita dikala mereka berdoa. Suka berdoa buat orang tua juga kan? harus itu…
nih, ada sedikit cuplikan kisah. Semoga bisa menambah rasa cinta kita terhadap
orang tua.
Kita
mulai dari Ibu: sosok wanita luar biasa ini tak pernah mengeluh dalam
membesarkan kita. Bagaimana perjuangannya ketika melahirkan, ibu kita ada dalam
kondisi kritis antara hidup dan mati. Tangisan kita membangunkannya tiap malam,
namun dengan tangan lembutnya ia menggendong kita, “cup sayang, mama disini
nak…”
Dengan
sabar, ia membimbing kita, mengajari kita bertingkah laku. Walau seringnya kita
tak mendengarkan dan malah bertingkah semaunya. Semua kebutuhan kita
dipenuhinya, demi membuat kita tersenyum. Sudahkah membuat Ibumu tersenyum?
Kita
beralih ke Ayah: sosok pria luar biasa yang rela mempertaruhkan nyawa demi
keluarga. Hm… lebay ya? Ngga ko… setiap pekerjaan itu mengandung resiko besar.
Begitupun Ayah kita. Tak mengenal kata menyerah dalam hidupnya. Dunia di luar
sana itu kejam. Tapi sang Ayah rela mengahadapinya, untuk putra – putrinya
tercinta. Pulang dalam keadaan basah kuyup karena kehujanan. Ketika sampai
rumah, ia bertanya, “dimana anak - anak? Ayah bawa oleh – oleh nih.”
Nah,
tegakah kita membuat keduanya menangis?
Wallahualam…
Sumber : Penyejuk Iman – dunia-maharani.blogspot.com