Sabtu, 07 Desember 2013

Bulan Muharram Bulan Mulia

Bulan Muharram Bulan Mulia


Assalamualaikum… apa kabar sahabat Alka semua? Ga terasa ya, sudah      berganti tahun. Belum kali, sekarang kan masih bulan November! Eits, lupa ya kalo kita punya tahun Hijriyah?? Hayo…
Sekarang ini sudah masuk bulan Muharam di tahun ke 1436 H. kenapa di awal tahun ini namanya bulan     Muharam ya? Mau tau? Simak bahasan berikut ini ya…
 “Sesungguhnya bilangan bulan pada sisi Allah adalah 12 bulan, dalam ketetapan Allah di waktu Dia          menciptakan langit dan bumi, diantaranya 4 bulan suci. Itulah (ketetapan) agama yang lurus, maka janganlah kamu menganiaya diri kamu dalam bulan yang empat itu.” (Q.S At-Taubah :36)
Empat bulan suci tersebut adalah bulan Dzulqo’dah, Dzulhijjah,  Muharram, dan Rajab. Sebagaimana sabda Rasulullah “Satu tahun itu ada 12 bulan. Diantaranya ada 4 bulan haram, yaitu 3 bulan berturut-turut, Dzulqo’dah, Dzulhijjah. Dan Muharram, serta Rajab yang berada diantara bulan Jumada dan Sya’ban.” (HR. Bukhari no.2958)
Kata Muharram artinya ‘dilarang’. Sebelum datangnya ajaran Islam, bulan    Muharram sudah dikenal sebagai bulan suci dan dimuliakan oleh masyarakat        Jahiliyah. Pada bulan ini dilarang untuk melakukan hal-hal seperti peperangan dan bentuk persengketaan lainnya. Kemudian ketika Islam datang kemuliaan bulan haram ditetapkan dan dipertahankan sementara tradisi jahiliyah yang lain dihapuskan     termasuk kesepakatan tidak berperang.
Bulan Muharram memiliki banyak keutamaan, sehingga bulan ini disebut     bulan Allah (Syahrullah). Beribadah pada bulan haram pahalanya dilipatgandakan dan bermaksiat di bulan ini dosanya dilipatgandakan pula. Pada bulan ini tepatnya pada tanggal 10 Muharram Allah menyelamatkan nabi Musa as dan Bani Israil dari kejaran Firaun. Mereka memuliakannya dengan berpuasa. Kemudian Rasulullah saw. menetapkan puasa pada tanggal 10 Muharram sebagai kesyukuran atas pertolongan Allah. Masyarakat Jahiliyah sebelumnya juga berpuasa. Puasa 10 Muharram tadinya hukumnya wajib, kemudian berubah menjadi sunnah setelah turun kewajiban puasa Ramadhan. Rasulullah saw. bersabda:
Dari Ibnu Abbas RA, bahwa nabi saw. ketika datang ke Madinah, mendapatkan orang Yahudi berpuasa satu hari, yaitu ‘Asyuraa (10 Muharram). Mereka berkata, “ Ini adalah hari yang agung yaitu hari Allah menyelamatkan Musa dan menenggelamkan keluarga Firaun. Maka Nabi Musa as berpuasa sebagai bukti syukur kepada Allah. Rasul saw. berkata, “Saya lebih berhak mengikuti  Musa as. dari mereka.”  Maka beliau berpuasa dan memerintahkan (umatnya) untuk berpuasa” (HR Bukhari).
Walaupun ada kesamaan dalam ibadah, khususnya berpuasa, tetapi Rasulullah saw. memerintahkan pada umatnya agar berbeda dengan apa yang dilakukan oleh Yahudi, apalagi oleh orang-orang musyrik. Oleh karena itu beberapa hadits menyarankan agar puasa hari ‘Asyura diikuti oleh puasa satu hari sebelum atau sesudah puasa hari ‘Asyura.
Demikian juga sebagian umat Islam menjadikan bulan Muharram sebagai    bulan anak yatim. Menyantuni dan memelihara anak yatim adalah sesuatu yang sangat mulia dan dapat dilakukan kapan saja. Dan tidak ada landasan yang kuat     mengaitkan menyayangi dan  menyantuni anak yatim hanya pada bulan Muharram.
Bulan Muharram adalah bulan pertama dalam sistem kalender Islam. Oleh karena itu  salah satu momentum yang sangat penting bagi umat Islam yaitu       menjadikan  pergantian tahun baru Islam sebagai sarana umat Islam untuk          muhasabah terhadap langkah-langkah yang telah dilakukan dan rencana ke depan yang lebih baik lagi. Momentum perubahan dan perbaikan menuju kebangkitan Islam sesuai dengan jiwa hijrah Rasulullah saw. dan sahabatnya dari Mekah dan Madinah.
Di samping keutamaan bulan Muharram yang sumbernya sangat jelas, baik disebutkan dalam Al-Qur’an dan Sunnah, tetapi banyak juga  legenda dan mitos yang terjadi di kalangan umat Islam menyangkut hari ‘Asyura.
Beberapa hal yang masih menjadi keyakinan di kalangan umat Islam adalah legenda bahwa pada hari ‘Asyura Nabi Adam diciptakan, Nabi Nuh as di selamatkan dari banjir besar, Nabi Ibrahim dilahirkan dan Allah Swt menerima taubatnya. Pada
hari ‘Asyura Kiamat akan terjadi dan siapa  yang mandi pada hari ‘Asyura diyakini tidak akan mudah terkena penyakit. Semua legenda itu sama sekali tidak ada dasarnya dalam Islam. Begitu juga dengan keyakinan bahwa disunnahkan bagi mereka untuk menyiapkan makanan khusus untuk hari ‘Asyura.
Selain legenda dan mitos yang dikait-kaitkan dengan Muharram, masih sangat banyak bid’ah yang jauh dari ajaran Islam. Lebih tepat lagi bahwa bid’ah tersebut merupakan  warisan ajaran Hindu dan Budha yang sudah menjadi                        tradisi masyarakat Jawa yang mengaku dirinya sebagai penganut aliran kepercayaan. Mereka lebih dikenal dengan sebutan Kejawen.
Beberapa tradisi dan keyakinan yang dilakukan sebagian masyarakat Jawa  sudah sangat jelas bid’ah dan  syiriknya, seperti Suro diyakini sebagai bulan yang keramat, gawat dan penuh bala. Maka diadakanlah upacara ruwatan dengan        mengirim sesajen atau tumbal ke laut. Sebagian yang lain dengan cara bersemedi mensucikan diri bertapa di tempat-tempat sakral    (di puncak gunung, tepi laut, makam, gua, pohon tua, dan sebagainya) dan ada juga yang melakukan dengan cara lek-lekan ‘berjaga hingga pagi hari’ di tempat-tempat umum (tugu Yogya, Pantai Parangkusumo, dan sebagainya). Sebagian masyarakat Jawa lainnya juga melakukan cara sendiri yaitu mengelilingi benteng keraton sambil membisu.
Tradisi tidak mengadakan pernikahan, khitanan dan membangun rumah. Masyarakat  berkeyakinan apabila melangsungkan acara itu maka akan membawa sial dan malapetaka bagi diri mereka.
Menyikapi berbagai macam tradisi, ritual, dan amalan yang jauh dari ajaran Islam, bahkan cenderung mengarah pada bid’ah, takhayul dan syirik, maka marilah kita bertobat kepada Allah dan melaksanakan amalan-amalan sunnah di bulan Muharram seperti puasa. Rasulullah saw.  menjelaskan bahwa puasa pada hari ‘Asyura  menghapuskan dosa-dosa setahun yang telah berlalu.
Dari Abu Qatadah RA. Rasulullah ditanya tentang puasa hari ‘asyura, beliau bersabda: “Saya berharap ia bisa menghapuskan dosa-dosa satu tahun yang telah lewat.”  (HR. Muslim).
Tidak terasa, kita berada di awal tahun baru Hijriah. Begitu cepatnya perjalanan waktu ini. Usia kita di dunia makin berkurang, itu artinya kita semakin dekat dengan kehidupan akhirat.
Maka marilah kita mengintrospeksi diri kita.  Selama ini apa sajakah yang kita kerjakan?. Sudah cukupkah bekal kita untuk menghadap Allah dan mempertanggungjawabkan semuanya. Allah berfirman dalam surat Al-Hasyr :18 “Wahai orang-orang yang  beriman, bertaqwalah kalian kepada Allah dan         hendaknya setiap diri memperlihatkan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat). Dan               bertaqwalah kepada Allah. Sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kalian kerjakan.”
Maka, marilah kita memperbanyak amal sholeh dan meninggalkan keyakinan yang tidak sesuai dengan ajaran islam. Islam bukan berarti melarang semua adat istiadat dalam masyarakat, hanya saja yang tidak     sesuai dengan ajaran islam dan mengandung syirik dilarang keras dalam islam. “Aku tidak bermaksud kecuali mendatangkan perbaikan selama aku masih berkesanggupan. Dan tidak ada taufik bagiku melainkan pertolongan Allah. Hanya kepada-Nya lah aku kembali (Q.S Hud :88) Wallahualam bis showab.

Sumber:

Followers

@alkautsar_unpak